Dulu, aku pernah berpikir, hanya orang-orang bodoh yang rela meninggalkan pasangannya demi suatu hal yang dia anggap sebagai kebaikan. Pada faktanya, tidak akan ada kebahagiaan ketika berpisah dengan orang yang kita cintai. Mau sebaik dan seburuk apapun cara perpisahan itu, tidak akan pernah merubah bahwa nantinya akan ada rindu yang menyiksa.
Lucunya, saat ini aku menjadi salah satu orang bodoh itu. Aku selalu berpikir, aku ingin memberikan pasanganku hal terbaik yang aku miliki. Tapi untuk memberikannya, aku memiliki resiko kehilangan dia. Tidak, mungkin lebih tepatnya, aku harus merelakannya.
Dia pernah berbicara padaku, bahwa aku belum bisa menjadi apa yang dia inginkan. Aku terlalu egois, hanya ingin dimengerti tanpa pernah mengerti apa yang dia inginkan.
Dia juga pernah mengatakan, sebuah hubungan tidak bisa disebut hubungan apabila hanya ada senang-senang didalamnya. Aku tahu, ada sebuah makna yang terselip dalam setiap baitnya. Aku selalu membuatnya berpikir hal-hal buruk menyangkut diriku, membuatnya marah-marah, mungkin juga aku pernah membuatnya menangis. Jadi, sebuah hubungan menurut dia adalah tidak hanya tentang bersenang-senang, melainkan berbagi semua rasa masing-masing.
Lelah. Selalu kata itu yang keluar dari bibirku, ketika dia mulai berkomentar tentang aturan-aturannya yang tidak bisa aku terima.
Aku ingin diatur, tapi aku tidak butuh aturan-aturan yang membuatku menjadi gila hanya gara-gara memikirkannya.
Aku juga ingin diperhatikan, hanya saja aku tidak butuh yang berlebihan. Hanya membuat aku seperti berada didalam penjara.
Oleh karena itu, aku berpikir bahwa berpisah adalah pilihan terbaik yang pernah aku ambil, demi kebaikannya. Agar dia tidak lagi merasa aku melupakannya, agar dia tidak juga merasa lelah dalam hubungan kami, dan agar dia bisa mendapatkan gadis yang dia inginkan, yang bukan seperti aku.
Jangan pernah bertanya, apa aku menyesal. Karena jawabannya, aku pasti akan sangat menyesal, hingga mungkin aku akan mengutuki diriku sendiri.
Jangan pernah menyuruhku untuk melupakanmu. Karena melupakanmu sama saja seperti menghilangkan separuh jiwaku.
Jangan berpikir yang tidak-tidak lagi, aku selalu menyayangimu. Baik-baik disana.
Lucunya, saat ini aku menjadi salah satu orang bodoh itu. Aku selalu berpikir, aku ingin memberikan pasanganku hal terbaik yang aku miliki. Tapi untuk memberikannya, aku memiliki resiko kehilangan dia. Tidak, mungkin lebih tepatnya, aku harus merelakannya.
Dia pernah berbicara padaku, bahwa aku belum bisa menjadi apa yang dia inginkan. Aku terlalu egois, hanya ingin dimengerti tanpa pernah mengerti apa yang dia inginkan.
Dia juga pernah mengatakan, sebuah hubungan tidak bisa disebut hubungan apabila hanya ada senang-senang didalamnya. Aku tahu, ada sebuah makna yang terselip dalam setiap baitnya. Aku selalu membuatnya berpikir hal-hal buruk menyangkut diriku, membuatnya marah-marah, mungkin juga aku pernah membuatnya menangis. Jadi, sebuah hubungan menurut dia adalah tidak hanya tentang bersenang-senang, melainkan berbagi semua rasa masing-masing.
Lelah. Selalu kata itu yang keluar dari bibirku, ketika dia mulai berkomentar tentang aturan-aturannya yang tidak bisa aku terima.
Aku ingin diatur, tapi aku tidak butuh aturan-aturan yang membuatku menjadi gila hanya gara-gara memikirkannya.
Aku juga ingin diperhatikan, hanya saja aku tidak butuh yang berlebihan. Hanya membuat aku seperti berada didalam penjara.
Oleh karena itu, aku berpikir bahwa berpisah adalah pilihan terbaik yang pernah aku ambil, demi kebaikannya. Agar dia tidak lagi merasa aku melupakannya, agar dia tidak juga merasa lelah dalam hubungan kami, dan agar dia bisa mendapatkan gadis yang dia inginkan, yang bukan seperti aku.
Jangan pernah bertanya, apa aku menyesal. Karena jawabannya, aku pasti akan sangat menyesal, hingga mungkin aku akan mengutuki diriku sendiri.
Jangan pernah menyuruhku untuk melupakanmu. Karena melupakanmu sama saja seperti menghilangkan separuh jiwaku.
Jangan berpikir yang tidak-tidak lagi, aku selalu menyayangimu. Baik-baik disana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar