Detik berlalu berubah menjadi menit. Begitu juga menit akan terhitung menjadi jam. Jam-jam menumpuk menjadi hari kemudian menjadi bulan dan akhirnya tahun. Tahun-tahun yang berjalan beriringan dengan kisah-kisah yang berlalu disetiap saatnya. Dari bahagia kemudian kesedihan. Tersenyum dan cemberut. Hal-hal kecil -- yang sebenarnya tidak begitu saja dilupakan -- tapi dilewatkan begitu saja tanpa melihat makna dibaliknya.
Aku adalah orang itu. Orang yang selalu berjalan lurus, tidak pernah menatap kesamping untuk mengambil makna dibalik apa yang terjadi. Begitu sombong dan naif. Tapi beginilah aku.
Persahabatan. Aku ingin memulainya dari persahabatan.
Tiga tahun lamanya aku menjalin komunikasi bersama dengan teman-teman baru yang kukenal dengan begitu saja saat aku memasuki sekolah menengah atas. Begitu banyak ekspresi, akan tetapi begitu sulit untuk kutebak. Apakah mereka menerimaku? Atau menolakku? Aku tidak tahu.
Tetapi begitulah aku. Aku akan tetap berjalan lurus, malas untuk memikirkan dan akhirnya aku menjadi sendiri dan asing bersama teman-teman -- yang mungkin menerimaku tapi aku dengan begitu mudahnya menolak.
Apakah aku jahat? Aku harap jawaban kalian adalah pemikiran bahwa kalian mengerti aku. Jangan benci aku.
Hingga kemudian ditahun kedua aku bersekolah aku bertemu dengan empat orang gadis manis yang sejak saat itu merubah prinsipku : menyendiri, dan mulai mengisi hari-hariku dengan hal yang menyenangkan.
Kami bertemu dan cocok entah bagaimana caranya, yang pasti yang kami tahu kami bersahabat dan memiliki pribadi yang berbeda sehingga membuatnya unik.
Tertawa bersama, penuh dengan canda tawa. Menangis bersama? Well, kuakui itu jarang, bahkan mungkin kami masih malu untuk mengungkapkan tentang kesedihan satu sama lain. Sehingga persahabatan kami belum menemukan tiang yang kokoh bernama kepercayaan satu sama lain. Kepercayaan itu memang ada, akan tetapi semu.
Hingga kemudian kami memasuki tahuh ketiga sekolah...
Begitu banyak perselisihan, sampai suatu hari kami memiliki salah paham. Aku sedih, aku terluka, aku terasingi. Begitu rasanya, tapi mungkin mereka tidak mengerti dan menganggapku egois. Tapi aku mengerti, karena aku pernah melakukan hal yang sama. Kekanak-kanakan? Ya, aku mengakuinya.
Tapi kemudian karena rasa persahabatan itu begitu besar, kami kembali bersama. Tertawa bersama lagi, fan berbagi kebahagiaan lagi. Begitu seterusnya... AKU BAHAGIA. Tapi, hanya saat itu, entah kedepannya masih atau akan berhenti.
Sampai kemudian, kita harus berpisah lagi sahabat-sahabatku yang manis... Kita harus mencari jati diri yang sesungguhnya, menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi.
Aku mengatakan bahwa saat itu aku akan mengucapkan perpisahan. Maafkan aku, karena aku masih tetap saja kekanak-kanakan padahal kita sudah akan duduk di bangku perkuliahan. Tapi, sekali lagi aku mengatakan bahwa beginilah aku tetap akan berjalan lurus dan egoisnya tidak ingin memandang kekanan dan kekiri.
Maafkan aku...
Maafkan aku...
Maafkan aku...
Sampai jumpa di masa depan sahabat-sahabatku yang manis... Semoga kita bertemu di waktu yang tepat dan kalian sudah berubah menjadi wanita dewasa yang cantik. Aku sangat berharap pertemuan yang manis...
Salam sayang dariku....