Hello, seperti biasa, mampir ke blog ini cuma buat buang unek-unek yang nyempil di dada. Biasanya, sih, eksis di blog satunya. Ada yang tau nggak? Well, blog itu mengatas-namakan, nama pena saya di dunia maya. Jadi, para readers, saya di blog ini dan blog satunya, berbeda. Hohoho. Yang udah pada tau, can you just 'sssttt'? :p
Oh, iya, pas nulis ini pas banget sama suasana galau karena naskah kembali ditolak. Bisakah kalian membayangkan, setelah editor pribadi yang paling saya cintai mencaci maki tulisan saya, setelah saya merombak naskah saya menjadi lebih baru, dan setelah saya mengirimkan ke dua penerbit, naskah itu ditolak. Pun secara langsung dan email. Hiks hiks hiks. Tapi saya tidak putus asa, mungkin ini pelajaran karena masih banyak yang harus saya perbaiki untuk menjadi yang lebih baik lagi. Sadar kok, tulisan masih abal-abal. Dan menulis lagi adalah obat terbaik yang bisa saya lakukan saat ini.
Well, silahkan menikmati tulisan galau nan absurd saya. *siap-siap ember kalau pengen muntah*
Dia selalu bertanya, apa alasanku mencintainya? Satu yang harus kau tahu, mencintai tidak butuh alasan. Karena kalau cinta memiliki alasan, maka ketika cinta itu sudah berada pada titik luar logika dan alasan itu sudah tidak benar, apakah aku juga harus berhenti untuk mencintaimu?
Dia juga selalu bertanya, apakah aku melihat kelebihannya hingga aku memutuskan untuk mencintainya? Tidak. Aku tidak pernah mencintai untuk sebuah kelebihan. Karena kau tahu, apabila aku mencintai kelebihanmu, maka aku tidak berusaha untuk menerima kekuranganmu. Apakah seperti itu cinta? Mengambil kelebihan dan meninggalkan kekurangan? Sayang, aku tidak mengukur rasa cinta dengan kelebihan maupun kekuranganmu, karena seharusnya cinta itu melengkapi.
Aku bukan gadis yang pintar mengekspresikan kata-katanya melalui suara, aku hanyalah yang pandai dalam melukisnya dalam tulisan. Jika kau bertanya bagaimana cara aku mencintaimu, tidak cukupkah memoar-memoar yang kutuliskan untukmu? Untuk mewakili semua perasaanku yang tidak bisa kuekspresikan secara langsung dihadapanmu. Tapi, kau tidak pernah mengerti itu. Kau selalu bilang bahwa kau butuh alasan, dan memaksaku untuk mengungkapkan. Kau juga selalu bilang bahwa aku tidak pernah memberimu pembuktian dengan ucapan-ucapan, seperti gadis-gadis kebanyakan. Lagi, tidak cukupkah kau menerimaku dengan sisi lain diriku? Aku tidak ingin seperti mereka, aku ingin diriku. Menulis adalah apa yang selalu membuatku mencintai kenangan. Bukan berbicara yang kadang hanya berisi bualan belaka.
Sayang, aku menulis bukan berarti aku tidak menginginkan kita berbicara. Aku memiliki alasan, bahwa setiap kata yang kutulis nantinya dapat kau ingat ketika memoar itu kau baca kembali.
Seperti aku mencintai setiap kenangan yang kutinggalkan dalam tulisan, seperti itu aku mencintaimu. Kekal.
Oh, iya, pas nulis ini pas banget sama suasana galau karena naskah kembali ditolak. Bisakah kalian membayangkan, setelah editor pribadi yang paling saya cintai mencaci maki tulisan saya, setelah saya merombak naskah saya menjadi lebih baru, dan setelah saya mengirimkan ke dua penerbit, naskah itu ditolak. Pun secara langsung dan email. Hiks hiks hiks. Tapi saya tidak putus asa, mungkin ini pelajaran karena masih banyak yang harus saya perbaiki untuk menjadi yang lebih baik lagi. Sadar kok, tulisan masih abal-abal. Dan menulis lagi adalah obat terbaik yang bisa saya lakukan saat ini.
Well, silahkan menikmati tulisan galau nan absurd saya. *siap-siap ember kalau pengen muntah*
Dia selalu bertanya, apa alasanku mencintainya? Satu yang harus kau tahu, mencintai tidak butuh alasan. Karena kalau cinta memiliki alasan, maka ketika cinta itu sudah berada pada titik luar logika dan alasan itu sudah tidak benar, apakah aku juga harus berhenti untuk mencintaimu?
Dia juga selalu bertanya, apakah aku melihat kelebihannya hingga aku memutuskan untuk mencintainya? Tidak. Aku tidak pernah mencintai untuk sebuah kelebihan. Karena kau tahu, apabila aku mencintai kelebihanmu, maka aku tidak berusaha untuk menerima kekuranganmu. Apakah seperti itu cinta? Mengambil kelebihan dan meninggalkan kekurangan? Sayang, aku tidak mengukur rasa cinta dengan kelebihan maupun kekuranganmu, karena seharusnya cinta itu melengkapi.
Aku bukan gadis yang pintar mengekspresikan kata-katanya melalui suara, aku hanyalah yang pandai dalam melukisnya dalam tulisan. Jika kau bertanya bagaimana cara aku mencintaimu, tidak cukupkah memoar-memoar yang kutuliskan untukmu? Untuk mewakili semua perasaanku yang tidak bisa kuekspresikan secara langsung dihadapanmu. Tapi, kau tidak pernah mengerti itu. Kau selalu bilang bahwa kau butuh alasan, dan memaksaku untuk mengungkapkan. Kau juga selalu bilang bahwa aku tidak pernah memberimu pembuktian dengan ucapan-ucapan, seperti gadis-gadis kebanyakan. Lagi, tidak cukupkah kau menerimaku dengan sisi lain diriku? Aku tidak ingin seperti mereka, aku ingin diriku. Menulis adalah apa yang selalu membuatku mencintai kenangan. Bukan berbicara yang kadang hanya berisi bualan belaka.
Sayang, aku menulis bukan berarti aku tidak menginginkan kita berbicara. Aku memiliki alasan, bahwa setiap kata yang kutulis nantinya dapat kau ingat ketika memoar itu kau baca kembali.
Seperti aku mencintai setiap kenangan yang kutinggalkan dalam tulisan, seperti itu aku mencintaimu. Kekal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar