Minggu, 08 Juni 2014

Dia Datang

 Dia datang. Dia ada disini. Menatapku haru. Apakah kerinduan memang separah itu?
“Kau datang?” Akhirnya kata-kata yang sedari tadi tertahan ditenggorokan, keluar bersama kelegaanku setelah melihatnya. Hari ini dia benar datang, memakai kemeja kotak-kotak, celana jeans hitam serta tas ransel yang selalu dibawanya kemana-mana. Tidak ada yang berubah, ah, atau mungkin dia belum ingin berubah. Penampilannya, maksudku. Ya, dia selalu dengan penampilannya yang seperti itu. Aku terlalu menghafalnya. Priaku.
“Iya, aku datang,” ucapnya pelan, sepelan langkahnya yang berjalan kearahku. Hingga saatnya dia telah berdiri dihadapanku, “maaf aku terlambat.” Kata-kata yang selalu kuanggap sepele pada awalnya, tapi saat ini aku bersyukur. Dia datang, walau terlambat sekali pun.
Priaku. Sudah berapa lama ya kita tidak bertemu? Melihat wajahmu rasa-rasanya seperti mendapatkan hadiah yang tidak pernah aku bayangkan. Sebodoh itukah aku dulu yang terlampau melewatkanmu? Begitu saja lari dan pergi bersama arah angin menuju tempat yang tidak kuketahui.
“Hei, kenapa dengan wajah itu. Sangat merindukanku, eh?” Dia tersenyum, salah satu favoritku dari semua yang ia miliki. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipiku, “Silahkan untuk merindukanku sepuas yang kau mau, tetapi untuk saat ini, aku ada disini. Bersamamu. Tidakkah kau ingin memelukku untuk menghilangkan segala rasa rindu itu, dan membuat rasa rindu lagi untuk pertemuan kita berikutnya?” Dia kemudian merentangkan kedua tangan, membiarkanku menghambur lari untuk memeluknya.
            “Jangan pergi lagi, ya?” ucapku sambil terisak, membiarkan air mata yang sudah tidak bisa kutahan lagi, mengalir deras dipipi. Mungkin membasahi kemejanya, tapi dia sepertinya tidak peduli dengan hal itu. Dia memelukku. Aku merindukannya.
            “Aku janji. Kau adalah kebahagiaanku, jadi tidak ada alasan lagi untuk aku pergi meninggalkanmu,” katanya sambil mengeratkan pelukannya padaku. “ Jadi maukah kau juga menjanjikan aku satu hal? Untuk selalu disini, bersamaku, karena aku mencintaimu.”
            Dan untuk waktu yang tersisa, kami berpelukan begitu eratnya. Menghabiskan suasana senja sore itu. Bersama debur ombak yang berlagu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar