Jumat, 14 November 2014

Hujan?


Kemarin hujan. Hari ini hujan. Dan, barangkali, esok juga akan hujan.
Tetapi.. Hujan hari ini terasa sendu. Terasa pilu.
Aromanya tidak lagi menyenangkan. Rintik-rintiknya seolah menguar beban-beban kesedihan.
Suara air yang terbentur oleh bumi terasa menyayat hati. Percikan-percikannya serupa dengan hancur yang jatuh dan lari.
Jadilah hari ini adalah hujan yang tak semenarik hari kemarin. 
Karena, terlalu banyak pedih tanpa luka. Kurasa, inilah akhirnya.

Jumat, 05 September 2014

Aku bahagia, ketika aku memikirkan tentang orang-orang yang aku cintai. Karena aku percaya, setiap orang yang aku cintai memiliki satu puzzle kebahagian, untuk diberikan padaku. Kalau semua orang sudah memberikannya, maka akan kurangkai sebuah kebahagiaan utuh dalam hidupku.
Tapi bagaimana kalau apa yang kau percayai ternyata salah besar? Orang-orang yang kau cintai justru yang membuat kebahagiaanmu hancur berkeping-keping?
Perekat apa yang bisa membuat apa yang kau percayai utuh kembali?
Seperti yang sering aku dengar; Sesuatu yang telah hancur, diperbaiki sebaik apapun, hasilnya tidak akan pernah seperti awalnya.
Satu per satu, orang-orang yang aku cintai, memupus harapanku untuk tetap bertahan hidup. Mereka mengusik semua apa yang tidak pernah ingin aku tunjukkan. Keinginanku untuk menghabiskan hidup dengan warna kini kembali hitam dan abu-abu. Tidak akan pernah ada warna. Tidak akan pernah ada senyum dan tawa. Karena, semuanya tidak akan pernah sama.

Rabu, 03 September 2014

03092014

Under the same sky at different places
I am leavin' you
It's cowardly but I am hiding because I am not good enough
Cruel break up is like the end of the road of love
No words can comfort me
Now, it's time to final curtain for coming down

I feel like my heart has stopped beating
You and I, frozen there, after a war
Trauma that have been carved in my head
I can't stand for something more complicated
It's not a big deal, I don't care

I was born and I met you
And I have loved you to death
My cold heart that has been dyed blue
Even if you have left, I'm still here...


Is it really we're break up? Or.. Are we already broke up?
Aku tidak tahu, tapi... perbedaan kita dalam berpikir membuat semuanya kacau. Kau selalu menganggap remeh suatu hal yang menurutku sangat penting. Kau tidak tahu betapa berharganya semua itu bagiku? Hal-hal yang belum pernah aku cecap dan rasakan selama masa mudaku, dengan mudahnya ingin kau renggut. Begitu saja kau ucapkan, seperti kau tidak bisa membaca awan mendung dihatiku.
Bisakah kau memikirkan bahwa.. Cinta tidak selamanya harus berdampingan, antara aku dan kau, ataupun tentang yang lainnya. Cinta adalah tentang bagaimana kau meyakinkan hatimu bahwa suatu saat, di waktu yang tepat kita akan bertemu tanpa penghalang sedikitpun. Tidak memaksa ataupun mengharuskannya. Tapi, sekarang, seenak perutmu kau mengeluarkan kata-kata yang membuat harapanku pupus. Aku memang bisa tertawa, aku memang bisa tersenyum, tapi kau lihat hatiku? Sebentar lagi awan mendung itu akan berubah menjadi butir-butir hujan yang turun sangat deras.
Ini bukan pertama kalinya. Dan aku lelah, benar-benar lelah. Jadi, bisakah aku meminta tolong untuk kau tidak mengomentari semua hal yang sudah aku niatkan? Tidak juga mengomentari caraku mencintai idolaku? Tidak juga mengomentari apa yang aku lakukan, selama itu masih aku anggap baik?

Hei, dengar. Apabila kau tidak bisa terima ini, silahkan ambil sisa hatiku, lalu bawa dia pergi jauh. Aku tidak butuh seseorang yang hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri. Let's break up, let's us walk in every path of each.

Sabtu, 30 Agustus 2014

Blue.

Dulu, aku pernah berpikir, hanya orang-orang bodoh yang rela meninggalkan pasangannya demi suatu hal yang dia anggap sebagai kebaikan. Pada faktanya, tidak akan ada kebahagiaan ketika berpisah dengan orang yang kita cintai. Mau sebaik dan seburuk apapun cara perpisahan itu, tidak akan pernah merubah bahwa nantinya akan ada rindu yang menyiksa.
Lucunya, saat ini aku menjadi salah satu orang bodoh itu. Aku selalu berpikir, aku ingin memberikan pasanganku hal terbaik yang aku miliki. Tapi untuk memberikannya, aku memiliki resiko kehilangan dia. Tidak, mungkin lebih tepatnya, aku harus merelakannya.
Dia pernah berbicara padaku, bahwa aku belum bisa menjadi apa yang dia inginkan. Aku terlalu egois, hanya ingin dimengerti tanpa pernah mengerti apa yang dia inginkan.
Dia juga pernah mengatakan, sebuah hubungan tidak bisa disebut hubungan apabila hanya ada senang-senang didalamnya. Aku tahu, ada sebuah makna yang terselip dalam setiap baitnya. Aku selalu membuatnya berpikir hal-hal buruk menyangkut diriku, membuatnya marah-marah, mungkin juga aku pernah membuatnya menangis. Jadi, sebuah hubungan menurut dia adalah tidak hanya tentang bersenang-senang, melainkan berbagi semua rasa masing-masing.
Lelah. Selalu kata itu yang keluar dari bibirku, ketika dia mulai berkomentar tentang aturan-aturannya yang tidak bisa aku terima.
Aku ingin diatur, tapi aku tidak butuh aturan-aturan yang membuatku menjadi gila hanya gara-gara memikirkannya.
Aku juga ingin diperhatikan, hanya saja aku tidak butuh yang berlebihan. Hanya membuat aku seperti berada didalam penjara.
Oleh karena itu, aku berpikir bahwa berpisah adalah pilihan terbaik yang pernah aku ambil, demi kebaikannya. Agar dia tidak lagi merasa aku melupakannya, agar dia tidak juga merasa lelah dalam hubungan kami, dan agar dia bisa mendapatkan gadis yang dia inginkan, yang bukan seperti aku.
Jangan pernah bertanya, apa aku menyesal. Karena jawabannya, aku pasti akan sangat menyesal, hingga mungkin aku akan mengutuki diriku sendiri.
Jangan pernah menyuruhku untuk melupakanmu. Karena melupakanmu sama saja seperti menghilangkan separuh jiwaku.
Jangan berpikir yang tidak-tidak lagi, aku selalu menyayangimu. Baik-baik disana.

Sabtu, 05 Juli 2014

D'Canelle

Karena yang sejati yang pantas kau sebut sebagai pemenang. Dia mampu bertahan saat kau telah memiliki dan dimiliki. Namun yang sejati tidak pernah sia-sia, di waktu yang tepat, dia akan mendapatkan apa yang seharusnya semesta gariskan pada hidupnya. Seperti cinta.





        “Sial!” umpat Masha dalam hati ketika dia sampai di halte beberapa menit setelah bis terakhir berangkat. Telat bukan sial yang dia maksud sebenarnya, akan tetapi karena itu adalah bis terakhir yang akan mengarah pada kampusnya. Gadis itu membuka ritsleting tas selempang kesayangannya yang sedikit lusuh lalu memperhatikan baik-baik benda kecil berbentuk segiempat dan berwarna oranye cerah itu dengan prihatin. Dompetnya. Kalau naik taksi, maka uang makan selama seminggu kedepan akan berkurang, akan tetapi berjalan kaki sejauh lima kilometer juga bukan pilihan yang tepat. Tapi, pagi ini dia ada kelas Mr. Aldo, tidak mungkin dia membolos, karena kalau itu sampai terjadi dia akan terancam tidak mengikuti ujian bulan depan. Dan untuk pertama kalinya, dia meminta kepada Tuhan untuk dikirimkan seorang malaikat penolong yang baik hati, yang mau mengantarkannya ke kampus dengan mobil mewah. Ah, motor juga tidak apa, asalkan dia berhasil sampai ke kampus tanpa mengeluarkan uang dan energi sedikitpun.
            Bermaksud menunggu, dia membuka tasnya sekali lagi, mengambil Ipod kesayangannya, memasang earphone di kedua telinga lalu kemudian menyetel salah satu playlist yang ada disana. Judul playlist itu, Falling to Breaking. Lagu-lagu yang ada didalam playlist itu pun bukan nada-nada yang sudah biasa menemani hari-harinya selama belasan tahun. Nada yang ada didalam playlist itu cenderung melow dan menggambarkan kisah-kisah tentang jatuh cinta serta patah hati. Ah, ya, dia memang sedang jatuh cinta lalu patah hati sebelum berusaha untuk memiliki.
            I Melt With You milik Nouvelle Vague mengalun indah, membuatnya mau tidak mau ikut terbawa dalam alunan nada-nada Bossa Nova khas salah satu band Prancis itu. Banyak yang terpikir olehnya ketika mendengar lagu itu, bagaimana awalnya mereka bertemu, lalu dia jatuh cinta dan kemudian membuatnya tetap bertahan untuk mencintai ketika pria itu sudah dimiliki. Lagu jatuh cinta tidak semuanya bernada riang, bukan? Ada kalanya, lagu jatuh cinta justru menggambarkan perasaan yang dipendam sendiri, tidak berani mengungkapkan dan berakhir pada kehilangan.
            Tepukan di bahunya membuat gadis itu berlonjak kaget. Dengan refleks dia menepis tangan itu, membuat pemiliknya mengaduh kesakitan. Dia sudah merasa menang saat mendengar lawannya berteriak ketika di waktu yang bersamaan dia juga menyadari bahwa pria itu bukan lawannya. “Kau?”
            “Hei, kau apa-apaan, sih? Ini aku, Ben.” Ucap pria itu terbata-bata karena tangannya yang masih dicengkram hebat oleh gadis itu. “Kenapa kau bengong begitu? Cepat lepaskan tanganku!” Ben sedikit membentak, membuat gadis itu cepat-cepat melepaskan cengkramannya.
            Gadis itu menelan ludah, berusaha membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba kering. “Sorry,” ucapnya lirih. Dia mengambil satu langkah mundur dan menatap pria itu lekat. “Masa begitu saja sakit, kau kan laki-laki. Laki-laki seharusnya tangguh, tidak akan mengaduh hanya karena tangannya dicengkram oleh perempuan.” Melawan rasa malunya, dengan sedikit angkuh dia mencoba mengucapkan sebaris kalimat menyakitkan itu kepada Ben, berusaha agar pria itu tidak balik membalas. Dan untuk yang sebenarnya, berusaha menutupi rasa gugup yang menjalar tiba-tiba.
            “Kalau begitu, bawa kesini tanganmu. Akan kulakukan apa yang persis kau lakukan terhadapku. Jangan menangis kalau ternyata cengkraman ku lebih kuat dari apa yang kau pikirkan. Oke?” Ben mengucapkan kalimat tadi tanpa menarik nafas, dia baru menarik nafas saat melihat gadis itu membulatkan matanya tidak percaya. “Kenapa? Takut, ya?” lanjutnya sambil tersenyum geli.
            “Tidak, aku tidak takut sama sekali. Hanya saja, aku tidak rela kalau kau menggenggam tanganku seperti itu. Dan, tidak ada satu pun laki-laki yang kuizinkan selain pacarku nanti, kau tahu?”
            Pria itu tertawa keras, membuat wajahnya yang putih berubah menjadi seperti udang rebus. “Biar kutebak, kau pasti belum pernah pacaran. Iya, kan?” tanyanya geli.
            “Enak saja—“
            “Jangan mengelak, kau tidak pandai berbohong. Coba pikirkan kata-katamu tadi, kau bilang tidak ada laki-laki satu pun yang boleh menggenggam tanganmu kecuali pacarmu nanti. Itu mengindikasikan bahwa kau masih menunggu pria-pria yang bersedia dan mau menjadi pacarmu.” Ucapnya masih sambil tertawa. Melihat gadis itu memanyunkan bibirnya, dia melanjutkan, “ah, lagipula mana ada pria yang mau denganmu, kelakuan sudah seperti laki-laki. Perempuan itu dimana-mana seperti Raline, cantik dan anggun. Lalu kau? Kau tidak pantas disebut perempuan. Seperti tadi, baru dikagetkan saja sudah bisa berubah menjadi preman.”
            Masha sudah akan melayangkan tangannya keatas, saat tangan pria itu dengan sigap menangkapnya. “Lepaskan, kau tidak pantas memegang tanganku,” ucap gadis itu setengah emosi. Siapapun tidak pantas menilainya seperti itu. “Lagipula, kau siapa berhak menilaiku seperti itu, eh? Terserah aku ingin berpenampilan seperti apa, aku ya aku, dan aku bangga menjadi diriku sendiri.” Tegasnya, membuat pria itu melonggarkan genggamannya. Masha kemudian memanfaatkan situasi itu untuk menarik lepas pergelangan tangannya, menimbulkan sedikit kemerahan disana.
            Ben memperhatikan raut wajah gadis itu. Apakah dia sudah keterlaluan? Ah, sepertinya tidak. Mana mungkin gadis sangar bagai singa betina itu marah. Toh apa yang dia katakan benar. Bukan berarti dia ingin mengata-ngatai gadis itu atau apapun yang gadis itu pikirkan didalam otak dangkalnya, dia justru ingin membuat gadis itu sadar, seperti apa seorang wanita seharusnya berpenampilan. Apalagi di usia mereka yang sebentar lagi akan memasuki dunia kerja, tidak mungkin kan seorang lulusan Hubungan Internasional berpenampilan seperti preman pasar macam gadis itu? Dia melirik gadis itu yang menutup mata sambil menarik nafas dalam-dalam. Sepertinya singa betina benar-benar akan mengamuk.
            “Hei, singa betina, mau kemana kau?” Tanya pria itu ketika melihat gadis itu membalikkan tubuhnya, berjalan perlahan meninggalkannya. Bahkan tanpa mengucapkan apapun setelah kejadian tadi.
            Masha sudah akan pergi saat mendengar seruan tidak mengenakan dibelakangnya. Untuk apa sih pria itu masih memperdulikan dia mau pergi atau tidak. Tidak ada gunanya juga berlama-lama disitu, membuat mood paginya hancur berantakan bahkan mungkin sudah berkeping-keping. Dia tidak mengacuhkan seruan-seruan pria itu dan lanjut berjalan menuju kedai kopi—bermaksud untuk menunggu disana saja, tidak sudi bersama pria itu—yang berada tidak jauh dari halte bis ketika sebuah kaleng mendarat indah diatas kepalanya. “Aduh!” teriaknya sambil mengusap kepalanya yang sedikit nyeri. Dia menoleh dan mendapatkan pria itu membungkukkan badannya dan tertawa. “Ben sialan!” umpatnya pelan lalu mengambil kaleng tadi, berusaha balik melempar kearah pria itu. Bukannya kena sasaran, kaleng itu malah mengenai seorang anak jalanan yang berpenampilan seperti anak metal. Dengan pakaian serba hitam dan tindikan dimana-mana. Mendegar teriakan geram dari anak jalanan yang terkena lemparan kaleng tadi, tubuhnya serasa gemetar. Mati kau, Masha, pikirnya dalam hati. Dia sudah akan berlari kencang, ketika sebuah tangan menggenggam erat tangannya. Menariknya menuju sebuah mobil yang terparkir dipinggir jalan. Dan beberapa detik kemudian sudah melaju kencang dijalan raya bersama kendaraan-kendaraan lainnya.
            Masha masih menutup matanya, berusaha menetralkan detak jantungnya yang seperti melompat ingin keluar. Tuhan, apakah ini malaikat penolong yang tadi dia minta? Setidaknya, dia sudah diselamatkan dari satu masalah pagi ini, maka izinkan dia mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, ternyata Tuhan masih sayang padanya. Dia membuka mata ketika mendengar lagu yang sangat familiar ditelinganya. Lagu kesukaan pria itu. Oh, astaga, apakah pria itu tiba-tiba datang untuk menyelamatkannya? Tapi, aroma pria itu sama sekali bukan seperti apa yang dia hirup sekarang. Aroma kayu manis, dam pria itu sama sekali tida beraroma kayu manis. Dia sudah sangat hafal aroma pria itu. Jadi, siapakah malaikat penolong yang dikirimkan Tuhan pagi ini untuknya?
            Dia menoleh pelan-pelan, berusaha memperhatikan jelas siapa pria yang duduk disampingnya. Kacamata hitam, suara siulan yang mengikuti alunan lagu serta tangan kiri yang diketuk-ketukan di dashboard mobil. Untuk pertama kalinya, jantungnya berdetak untuk pria lain. Untuk pertama kalinya, dia terpesona dengan pria yang memakai kacamata hitam. Dan untuk pertama kalinya, dia melihat pria itu dari sisi yang berbeda.
            Tetapi, kenapa harus dia, Tuhan?
            


PS : Dear, sahabat-sahabatku, maaf kalau cerita jauh dari apa yang aku ceritakan kepada kalian. Sejujurnya, aku terpaksa membuat ulang cerita ini karena file semalam yang entah aku letakkan dimana atau tidak sengaja, aku lupa menyimpannya. Oh, iya, karena jumlah halaman yang melampaui batas posting, maka cerita ini aku bagi menjadi beberapa bagian. Oke, selamat membaca, semoga kalian menyukainya ^ ^

Kamis, 03 Juli 2014

KEKAL

Hello, seperti biasa, mampir ke blog ini cuma buat buang unek-unek yang nyempil di dada. Biasanya, sih, eksis di blog satunya. Ada yang tau nggak? Well, blog itu mengatas-namakan, nama pena saya di dunia maya. Jadi, para readers, saya di blog ini dan blog satunya, berbeda. Hohoho. Yang udah pada tau, can you just 'sssttt'? :p
Oh, iya, pas nulis ini pas banget sama suasana galau karena naskah kembali ditolak. Bisakah kalian membayangkan, setelah editor pribadi yang paling saya cintai mencaci maki tulisan saya, setelah saya merombak naskah saya menjadi lebih baru, dan setelah saya mengirimkan ke dua penerbit, naskah itu ditolak. Pun secara langsung dan email. Hiks hiks hiks. Tapi saya tidak putus asa, mungkin ini pelajaran karena masih banyak yang harus saya perbaiki untuk menjadi yang lebih baik lagi. Sadar kok, tulisan masih abal-abal. Dan menulis lagi adalah obat terbaik yang bisa saya lakukan saat ini.
Well, silahkan menikmati tulisan galau nan absurd saya. *siap-siap ember kalau pengen muntah*




Dia selalu bertanya, apa alasanku mencintainya? Satu yang harus kau tahu, mencintai tidak butuh alasan. Karena kalau cinta memiliki alasan, maka ketika cinta itu sudah berada pada titik luar logika dan alasan itu sudah tidak benar, apakah aku juga harus berhenti untuk mencintaimu?

Dia juga selalu bertanya, apakah aku melihat kelebihannya hingga aku memutuskan untuk mencintainya? Tidak. Aku tidak pernah mencintai untuk sebuah kelebihan. Karena kau tahu, apabila aku mencintai kelebihanmu, maka aku tidak berusaha untuk menerima kekuranganmu. Apakah seperti itu cinta? Mengambil kelebihan dan meninggalkan kekurangan? Sayang, aku tidak mengukur rasa cinta dengan kelebihan maupun kekuranganmu, karena seharusnya cinta itu melengkapi.

Aku bukan gadis yang pintar mengekspresikan kata-katanya melalui suara, aku hanyalah yang pandai dalam melukisnya dalam tulisan. Jika kau bertanya bagaimana cara aku mencintaimu, tidak cukupkah memoar-memoar yang kutuliskan untukmu? Untuk mewakili semua perasaanku yang tidak bisa kuekspresikan secara langsung dihadapanmu. Tapi, kau tidak pernah mengerti itu. Kau selalu bilang bahwa kau butuh alasan, dan memaksaku untuk mengungkapkan. Kau juga selalu bilang bahwa aku tidak pernah memberimu pembuktian dengan ucapan-ucapan, seperti gadis-gadis kebanyakan. Lagi, tidak cukupkah kau menerimaku dengan sisi lain diriku? Aku tidak ingin seperti mereka, aku ingin diriku. Menulis adalah apa yang selalu membuatku mencintai kenangan. Bukan berbicara yang kadang hanya berisi bualan belaka.

Sayang, aku menulis bukan berarti aku tidak menginginkan kita berbicara. Aku memiliki alasan, bahwa setiap kata yang kutulis nantinya dapat kau ingat ketika memoar itu kau baca kembali.
Seperti aku mencintai setiap kenangan yang kutinggalkan dalam tulisan, seperti itu aku mencintaimu. Kekal.



Selasa, 24 Juni 2014

Sepotong Kisah Tentang Senja, Laut dan Pria Itu.

Senja sore itu sungguh tidak bisa diabaikan begitu saja. Gurat-gurat oranyenya mulai berbaur bersama langit yang mulai berubah biru pekat hampir gelap, tidak meninggalkan kesan perpisahan sama sekali. Malahan, oranyenya menimbulkan kesan hangat; seperti pelukan; pelukan seorang kekasih yang sudah lama tidak berjumpa. Gurat-gurat itu kemudian mulai tertelan bersama matahari yang masuk ke peraduan di ufuk barat sana, menyisakan sedikit garis jingga yang malu-malu. Dan hilang. Kini yang ada hanyalah binar-binar kecil yang berpendar menemani pekat, sungguh indah.
Gadis itu melirik arlojinya, hembusan angin malam begitu menggigit, padahal dia sudah memakai jaket tebal serta syal merah muda yang dia rajut sendiri. Tapi itu saja tidak cukup, angin sialan itu seperti menusuk tulang-tulangnya, membuatnya ngilu sehingga mau tidak mau dia harus meninggalkan latar kesukaannya. Sebuah kursi kayu panjang yang dicat putih pucat. Kursi itu langsung menghadap kelaut, memberikan visual biru tua bercampur aqua yang membentang tanpa batas, pun kontras dengan pasir putihnya yang lembut. Dan yang paling gadis itu sukai adalah ketika dia bisa menikmati sisa sorenya, duduk dikursi itu menghadap laut sambil melihat senja yang meninggalkan warna-warna indahnya lalu berubah temaram. Gadis itu merapikan jaketnya, memutuskan untuk pulang.
Bagian belakang rumahnya memang langsung mengarah kepada laut. Itu sebabnya dia mencintai laut. Ketika tidak ada seorang pun yang dapat diajaknya bercerita, maka dia berlari kepada laut. Dia juga mencintai suara ombak yang bersahutan bergantian ditemani siulan-siulan pelan yang berasal dari kerang, yang teronggok begitu saja dipinggir pantai. Dia berdiri pelan, rasanya seperti enggan untuk beranjak keluar dari duanianya yang damai bersama laut. Tapi dia harus, maka dia mulai berjalan menyusuri rumput-rumput liar yang tumbuh dipinggir jalan setapak yang akan mengantarkannya pulang.
Sebenarnya ada yang paling dia rindukan ketika duduk dikursi itu. Kenangan-kenangan yang tidak bisa dia buang begitu saja, dia lupakan begitu saja dan dia hilangkan begitu saja. Kenangan itu terlalu berharga, tentang seorang pria yang mencuri hatinya beberapa tahun lalu dan belum kembali untuk mengembalikannya lagi. Sehingga, sampai saat ini, dia merasa masih terkurung dalam penjara pria itu, tidak bisa bergerak bebas menemukan yang lain karena terhalang besi-besi dingin yang kuat. Dialah Senja.

- to be continue -

- No Title -

Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya, menahan rasa ingin jumpa
Percayalah padaku, aku pun rindu kamu.. Ku akan pulang
Melepas semua kerinduan yang terpendam

Ah, aku sudah merindu lagi ya? Bagaimana tidak, kekasih yang jauh disana pun merindukanku sama gilanya. Padahal, setiap hari kami menyempatkan untuk bertukar kabar dan mengucapkan sapa, tetapi rindu itu seperti tidak ada habisnya. Dan malah semakin bertambah setiap hari tanpa bosan.
Sebenarnya apa yang diinginkan oleh rindu?
Membunuh aku dan dia perlahan dalam keheningan tanpa jeda? Atau menginginkan aku dan dia mengemis pada waktu untuk berhenti, untuk bertemu sekali dan tidak menginginkan perpisahan lagi kemudian.
Tanpanya, seperti ada yang hilang. Tanpanya, seperti ruhku berlari terlebih dahulu padanya untuk menyampaikan rasa rindu lalu meninggalkan ragaku tanpa kasihan.
Begitu teganya rindu, membiarkan aku dan dia terjerat pada rasa yang tak berujung pertemuan. Menyisakan airmata yang turun bersama melodi-melodi pilu menusuk kalbu.
Malam menjadi saksi bisunya, betapa rindu telah menghancurkanku menjadi berkeping-keping dan lenyap bersama mimpi tentangnya.

Minggu, 22 Juni 2014

Aku tahu kita sama-sama merindu

Aku tahu kita sama-sama merindu. Seperti tidak pernah ada pertemuan, seperti waktu-waktu yang terlewat tanpa sepotong suara. Padahal, embun-embun pagi yang menyapa melalui tetesannya, senja dengan warna terbaiknya sebelum tenggelam pada langit, dan malam berbintang ataupun tidak, menjadi saksi bahwa disetiap waktu pada ruang dimensi yang lain kita selalu bertemu. Memeluk satu sama lain seakan tidak akan membiarkan untuk pergi lagi. Tidak rela untuk berpisah.

Aku tahu kita sama-sama merindu. Begitu yang aku sampaikan melalui bait-bait lagu romantis yang kudengarkan disetiap kesempatan. Dan, denganmu yang memberitahuku melalui kata-kata, menjanjikan sebuah masa depan yang indah. Sepertinya begitu saja sudah cukup bagi kita, tak masalah apabila raga yang tak bisa bertemu namun hati saling bertaut kasih.

Aku tahu kita sama-sama merindu. Seperti yang terdengar dari suara kita. Pilu.

Aku tahu kita sama-sama merindu. Maka kutitipkan sebuah 'I love you' kepada malam yang tak berpenghuni, untukmu yang setia menungguku hingga lelap, izinkanlah dia menyapa saat aku tak bisa menggapaimu dari jauh sini. Bila nanti sudah datang waktunya, maka rindu ini akan kubabat habis bersama pelukan dan ciuman kemudian. Aku mencintaimu, juga merindukanmu.

Jumat, 20 Juni 2014

Already miss you, Za..

Kenangan kita takkan ku lupa
Ketika kita masih bersama
Kita pernah menangis, kita pernah tertawa
Pernah bahagia bersama

Semua akan selalu kuingat
Semua akan selalu membekas
Kita pernah bersatu dalam satu cinta
Dan kini kita harus terpisah

Aku pergi

Hari ini lagi favorit banget sama lagunya Alika - Aku Pergi. Ngingetin ke Eza pas nganterin dia pindahan kemarin. Eza sempat nyanyi lagu ini...
Ceritanya lagi kangen sama Eza.. Kangen pas dulu jogging ke UGM bareng, panas-panasan di Sunmor, renang, jalan-jalan ke Malioboro, nongkrong di 0km, main ke Alkid, minum wedang ronde, begadang sampe pagi di depan Amplaz, hang-out ke tempat-tempat yang seru, makan-makan.. Ah, pokoknya semua momen bareng Eza..
Walaupun baru kenal Eza, belum lama ini, tapi entah kenapa Eza dengan gampangnya masuk dalam list best-friend-forever. By the way, nggak semuanya bisa masuk dalam zone yang aku buat ini. Aku nyaman main sama Eza, dia itu lucu, easy-going tapi susah banget dideskripsiin. Yang paling khas dan ngingetin Eza itu suara ketawanya, itu Eza banget hahahahaha..
Tapi sekarang udah nggak ada leadernya MICYIN yang paling c-u-t-e. Dia mutusin buat kuliah di Bandung, sekolah impiannya.. Yah, semoga aja itu pilihan terbaik buat Eza. Aku selalu doain semoga dia di Bandung jadi chef pastry yang hebat dan tobat *peace*
Ezaaa.. Sukses ya kuliahnya. Jangan masuk senin-kamis lagi. Janji ya sering main-main ke Jogja, nanti kita ke Malioboro lagi deh, hahahaha.. Masih banyak tempat yang belum kita kunjungin sama-sama, jadi harus janji bakal balik ke kota ini lagi. Oke?
Kangen kamu selalu, zaaaa..






Minggu, 15 Juni 2014

Happy Father's Day(。♥‿♥。)

Sekarang, hari Ayah, ya?
Mungkin telat, tapi Nji tulus mengucapkan 'Hari Ayah' untuk Mamiq. Mamiq bukan hanya sekedar sosok seorang Ayah yang menjadi tauladan di keluarga, tapi Mamiq juga bagaikan cahaya yang selalu menerangi keluarga kami. Beliau bekerja tanpa pamrih, semata-mata ingin membuat bahagia keluarganya. Tapi, dibalik semua itu, beliau juga memiliki rasa lelah dan sakit, tapi jarang sekali ditunjukkan kepada kami. Begitu mulianya seorang Ayah seperti beliau.
Mamiq, Nji berjanji akan selalu aamiin-kan doa-doa yang kau kirim untuk semesta. Pun, turut berdoa untuk segala kesehatan, umur panjang, rezeki serta keberkahan dalam keluarga. Semoga, apa yang kita lalui beberapa tahun ini menjadi kekuatan cinta dalam keluarga kita. Terima kasih telah menjadi seorang Ayah yang telah mendidik dan mengajarkan betapa tidak kekalnya dunia dan abadinya akhirat setelah akhir masa nanti. Terima kasih untuk cinta dan kasihnya. I love ya, Dad!

Selamat hari Ayah untuk Super Hero-ku tersayang, Mamiq c: Sayang selalu sama keluarganya, ya. Nji sayang Mamiq..

Sabtu, 14 Juni 2014

Mama, aku merindukanmu...

Mama, hari ini aku kangen banget sama Mama. Mama apa kabar, ya? Semoga Mama selalu baik-baik ya disana, tidak kurang suatu apapun.
Ma.. Nji boleh cerita? Pasti boleh, Mama kan selalu pengen tahu apa aja yang Nji lakukan setiap hari. Tanpa anggi minta pun Mama selalu bertanya, ya kan, Ma?
Semalem, Nji mimpi ketemu sama Mama, tapi Mama cuma senyum. Terus pas Nji coba mendekat, Mama malah jalan semakin jauh, Mama kenapa pergi? Mama udah nggak pengen ketemu Nji lagi, ya? Udah nggak kangen, ya?
Pas itu Nji cuma liat Mama senyum, senyum terindah Bidadari surganya Nji.. Mama cantik sekali. Tapi kenapa Nji malah sedih ya liat senyumnya Mama? Apa karena senyumnya Mama begitu indah, begitu cantik? Entahlah. Nji pengen peluk Mama, tapi Mama pergi begitu saja.

Ma, maaf ya beberapa hari ini Nji jarang hubungi Mama.. Nji sedang sibuk-sibuknya dengan tugas dan Casual di hotel. Mama, bisa ngerti, kan? Maaf juga karena selalu balas singkat pesan-pesannya Mama, jarang angkat telpon Mama.. Maaf.
Sebenarnya, Nji kangeeeen sekali sama Mama, kangennya udah nggak bisa ditampung saking banyaknya. Tapi, mungkin ied tahun ini, kita nggak ketemu. Mungkin liburan yang akan datang, Nji bakal pulang, dan janji bakal bawain apa yang Mama pengen. Nji tau Mama nggak pernah bilang sesuatu yang Mama pengenin, karena Mama tahu kalau anak-anaknya masih sekolah dan mungkin belum bisa mewujudkan itu. Maka dari itu, Mama jangan Marah ya kalau tahu Nji disini kerja. Nji pengen beliin apa yang Mama mau, tapi pakai uang Nji sendiri. Nji janji, bakal hemat-hemat belanja disini, supaya bisa beli lebih cepat. Semoga Mama suka ya hadiah pertama yang Nji beliin buat Mama dengan hasil keringat Nji sendiri, hehehehe..

Oh iya Ma, Mama masih ingat kan apa yang Nji janjiin dulu? Pas kita duduk berdua sambil minum teh di kursi pagi itu. Nji janji, suatu saat kalau Nji sudah kerja, sudah bisa hasilin uang yang banyak, kita bakal ke Makkah sama-sama, hehe. Setelah itu Nji pengen beliin Mama rumah yang besar, mobil yang bagus, jalan-jalan ke luar negeri, dan masih banyak yang lain lagi, iya nggak, Ma? Hehehe..
Makanya, Mama sehat terus ya, jangan sakit-sakit lagi. Nji nggak ada disana buat ngerawat Mama. Janji ya, Mama bakal sehat selalu? Nji selalu titip nama Mama ke Allah kok disetiap sujud dan doa malam. Nji bilang ke Allah, jaga Mamanya Nji selalu, letakkan Mama didalam dekap dan peluknya, dan sentuh selalu Mama dengan kasih sayang dan cahayanya. Semoga Allah kabulkan ya, Ma.. Supaya Mama selalu ada disisinya Nji, sampai nanti sampai Nji bisa buat Mama bangga sama apa yang sudah Nji raih.

Nji, sayang Mama.. Cinta Mama.. Rindu Mama..
Semoga Mama tau ya..

Dari putrimu, yang sedang menitikkan air mata karena merindu pada Bidadari syurganya yang cantik. I love you...

Minggu, 08 Juni 2014

Dia Datang

 Dia datang. Dia ada disini. Menatapku haru. Apakah kerinduan memang separah itu?
“Kau datang?” Akhirnya kata-kata yang sedari tadi tertahan ditenggorokan, keluar bersama kelegaanku setelah melihatnya. Hari ini dia benar datang, memakai kemeja kotak-kotak, celana jeans hitam serta tas ransel yang selalu dibawanya kemana-mana. Tidak ada yang berubah, ah, atau mungkin dia belum ingin berubah. Penampilannya, maksudku. Ya, dia selalu dengan penampilannya yang seperti itu. Aku terlalu menghafalnya. Priaku.
“Iya, aku datang,” ucapnya pelan, sepelan langkahnya yang berjalan kearahku. Hingga saatnya dia telah berdiri dihadapanku, “maaf aku terlambat.” Kata-kata yang selalu kuanggap sepele pada awalnya, tapi saat ini aku bersyukur. Dia datang, walau terlambat sekali pun.
Priaku. Sudah berapa lama ya kita tidak bertemu? Melihat wajahmu rasa-rasanya seperti mendapatkan hadiah yang tidak pernah aku bayangkan. Sebodoh itukah aku dulu yang terlampau melewatkanmu? Begitu saja lari dan pergi bersama arah angin menuju tempat yang tidak kuketahui.
“Hei, kenapa dengan wajah itu. Sangat merindukanku, eh?” Dia tersenyum, salah satu favoritku dari semua yang ia miliki. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipiku, “Silahkan untuk merindukanku sepuas yang kau mau, tetapi untuk saat ini, aku ada disini. Bersamamu. Tidakkah kau ingin memelukku untuk menghilangkan segala rasa rindu itu, dan membuat rasa rindu lagi untuk pertemuan kita berikutnya?” Dia kemudian merentangkan kedua tangan, membiarkanku menghambur lari untuk memeluknya.
            “Jangan pergi lagi, ya?” ucapku sambil terisak, membiarkan air mata yang sudah tidak bisa kutahan lagi, mengalir deras dipipi. Mungkin membasahi kemejanya, tapi dia sepertinya tidak peduli dengan hal itu. Dia memelukku. Aku merindukannya.
            “Aku janji. Kau adalah kebahagiaanku, jadi tidak ada alasan lagi untuk aku pergi meninggalkanmu,” katanya sambil mengeratkan pelukannya padaku. “ Jadi maukah kau juga menjanjikan aku satu hal? Untuk selalu disini, bersamaku, karena aku mencintaimu.”
            Dan untuk waktu yang tersisa, kami berpelukan begitu eratnya. Menghabiskan suasana senja sore itu. Bersama debur ombak yang berlagu.

Sabtu, 07 Juni 2014

sendiri kurasa lebih baik.

Sendiri kurasa lebih baik. Tidak dengan dia, mereka atau siapapun itu.
Memang, banyak yang peduli, tapi yang pura-pura peduli tidak terhitung banyaknya. Aku sudah pernah merasakannya, dan sendiri memang lebih baik. Sendiri, aku bebas melakukan apa yang aku, tidak perlu memiliki batasan tentang apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sendiri aku dengan sepuasnya memiliki ruang yang lebih lebar, tidak perlu berbagi. Sendiri aku bisa merasakan ketulusan, tidak ada kemunafikan dan tidak ada yang dibuat-buat.
Seperti mereka yang berpura-pura peduli, tetapi pada kenyataannya meremehkan. Datang kepadaku sesuka hati, lalu pergi dengan tidak membawa hati.
Atau.. Mereka yang berbicara manis didepanku tapi dibelakang menyimpan sejuta kebusukan, ah betapa manisnya mereka! Seolah-olah berwujud malaikat padahal tidak lebih dari seorang pecundang! Itu kalian!
Kalian tahu, sebenarnya kalian tidak perlu menyibukkan diri untuk menjadi manusia yang paling baik didepanku. Bertingkah seolah tidak ingin membuat dosa sekecil debu sekalipun. Hei, tipeku adalah yang dengan mudah menebak kebohongan orang lain, jadi mulai sekarang, kalian pergi saja, aku sudah tidak ingin menahan-nahan apa yang tidak ingin aku pertahankan.Terutama yang memiliki seribu kata umpatan buatku, silahkan kalian berbicara langsung dihadapanku. Aku sudah muak melihat kalian menyimpannya dalam bentuk seulas senyum inosen. Aku tidak butuh itu, benar-benar tidak membutuhkannya.

Jumat, 06 Juni 2014

Home

Kepada yang menganggap rumah sebagai tempat terbaik untuk kembali, aku ingin bertanya satu hal: Pernahkah kau merasa bahwa rumah adalah tempat terburuk untuk kembali setelah kau meninggalkannya begitu lama? Jika iya, kita sama. Kini, aku merasakannya.
Dulu, aku selalu menganggap rumah adalah yang paling tepat untukku melepaskan segala rasa rindu dengan orang tersayang, menghilangkan segala kepenatan setelah lelah yang begitu panjang, dan berkumpul kembali untuk sekedar bertukar kisah masing-masing. Namun, kini, aku rasa rumah bukan lah tempat seperti itu lagi. Rumahku bukan rumahku. Segala sesuatunya sudah berbeda. Dimana cinta? Dimana kasih sayang? Dimana rasa rindu? Rasa-rasanya, seperti tempat asing yang sudah tidak aku kenali lagi suasananya.
Aku merindukan rumahku. Aku merindukan orang tuaku. Aku merindukan adikku. Kembalilah seperti yang dulu. Aku rindu.


Rabu, 04 Juni 2014

Mengingatmu

Untuk satu hari ini, bolehkah aku menjadi egois?

Bohong jika pernah kukatakan bahwa aku tidak ingin mengingat masa lalu. Kenyataan yang paling pahit adalah kau pernah meninggalkanku demi dia, disaat aku menangis, meminta dan meronta untuk kau tetap berada di sisiku.
Tapi yang kau lakukan? Dengan gampangnya, kau pergi. Meninggalkanku yang rapuh ini sendiri ditengah gelapnya hati. Cahayaku telah pergi.
Aku menyadari bahwa dulu aku pernah salah. Aku terlalu egois untuk mementingkan hatiku, dan tidak hatimu. Kau tahu? Aku pun merasakan apa yang kau rasakan. Aku menyesal telah pergi. Dan aku menyesal karena telah meninggalkanmu. Tapi setelah itu, tak pernah kuizinkan satu pria mana pun mengisi tempatmu dihatiku, karena kaulah pemilik yang seutuhnya. Aku pun merasa menang, karena aku bisa melewatkan mereka begitu saja dan masih tetap memilihmu.

Berbulan-bulan setelahnya, aku merasa kehilangan. Kehilangan cinta, perhatian, dan kasih sayang. Seperti bilah pisau yang menusuk jantungku, aku mati. Kembali aku mencoba menghubungimu, kurasa setelah apa yang aku perbuat aku menyadari bahwa cintaku padamu adalah yang paling benar. Aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu. Dan, kita berhubungan kembali, walaupun itu hanya sekedar teman biasa. Aku mencoba untuk mengungkapkan kembali perasaanku, mengatakan padamu bahwa saat itu aku menyesal telah melepasmu pergi dan saat ini aku ingin kembali. Aku pun bertanya, apakah saat ini kau telah memiliki orang lain atau tidak. Lalu kau menjawab, bahwa ada yang sedang dekat denganmu, dan hatimu untukku yang dulu telah diisi setengahnya oleh orang lain itu.

Bisakah aku menjadi pemenang jika aku berusaha bertahan pada titik ini?

Ataukah aku harus menjadi yang kalah bahkan sebelum aku mencoba untuk melawan?

Aku tidak pernah meminta untuk kau langsung membalas perasaanku, hanya saja kau harus bisa jujur dengan hatimu. Mana yang kau pilih, aku atau orang lain itu? Karena yang kau katakan adalah, hatimu telah terbagi untuk aku dan untuk dia.
Kau tidak menjawab. Dan bodohnya, aku tetap mencoba untuk menjadi pemenangnya.

Lalu kenyataan pahit itu datang, bertubi-tubi menamparku hingga tersungkur. Kemudian tanpa ampun menyerang hatiku yang sedikit lagi akan hancur. Kau memilihnya, tanpa pernah memberitahuku. Kau memilihnya, setelah kau lambungkan hatiku ke nirwana sana.

Aku menjauh. Seperti matahari yang perlahan meninggalkan ufuk timur untuk tenggelam di ufuk barat.

Aku menghilang. Seperti guratan senja yang akan tertelan oleh gelapnya langit malam.

Aku pergi, membawa hatiku kembali. Dengan senyum, jika tuhan menghendaki. Biarlah kisah ini bersamaku, hingga aku bisa merasakan manis kembali di kehidupanku yang nanti.





Senin, 02 Juni 2014

EDELWEIS

Mengapa Edelweis? Karena menurut kisah yang pernah aku dengar, Edelweis adalah bunga keabadian. Bunga yang sampai bertahun-tahun pun masih akan tetap hidup, tidak mati, gugur atau layu. Aku ingin kita juga bisa seperti itu, jadi kupersembahkan Edelweis ini untukmu, sayangku...


Aku sadar, aku tidak sempurna, pun penuh kekurangan. Aku juga sadar bahwa aku bukanlah seorang Malaikat, yang selama hidupnya dilakukan untuk kebaikan, tidak pernah salah dan selalu benar. Aku hanyalah seorang biasa, kau tahu.

Hari ini, lebih parah dari hari biasanya. Kami bertengkar, dan seperti biasa, dari hal sepele yang dibesar-besarkan. Mungkin aku yang memulai. Atau, mungkin saja, kita berdua yang sama-sama keras kepala. Entahlah.
Dia berteriak, untuk pertama kalinya. Hatiku rasanya sakit, seperti dihujam ribuan jarum tajam tanpa ampun lalu melekat disana, bisa kau bayangkan rasa sakitnya? Seperti itu pendeskripsianku. Sakit sekali, sampai aku tak sadar air mataku tumpah, membasahi tubuh boneka Hello Kitty yang kupeluk erat didada. Membayangkan dia memelukku, berusaha menutup luka-luka yang menganga lebar disana. Dan ketika aku berusaha menghapusnya, dia masih saja tetap berteriak. Kenyataan menghampiriku, dia bukanlah dia.
Entah bermenit-menit kami bicara, dia mulai menurunkan suaranya. Menjadi seperti biasa yang aku kenal, tapi nadanya tetap seperti orang asing yang baru kutemui hari ini. Jadi beginikah dia ketika marah? Berubah menjadi seorang yang tidak aku kenal sama sekali. Berubah menjadi monster yang siap-siap menerkam kalau-kalau aku salah mengambil langkah untuk menyelamatkan diri sekali lagi.
Aku salah, ya aku tahu. Aku bodoh, ya, aku juga tahu. Aku idiot, aku sangat tahu. Kata-kata itu meluncur begitu saja, seperti terasa licin ketika terucap dari bibirnya. Sayangku, seperti itukah aku pada kenyataannya? Selalu membuat kesalahan, tanpa pernah sekali menjadi orang pertama yang menghubungimu untuk menyelesaikannya. Seharusnya, jika kau memahamiku, kau juga mengerti, kan, bagaimana sifatku?
Dan untuk kesekian kalinya, maafkan aku.
Lalu, sayang, aku ingin bertanya padamu suatu hal? 
Sayang, bagaimanakah rasa cinta itu dihatimu kini? Bisakah kau menjelaskannya?
Sayang, kalau-kalau aku selalu membuatmu lelah, apa salah jika aku meminta kau melepaskanku?
Karena sepertinya, konsep cinta abadi yang pernah kita buat, telah terkikis oleh bengisnya jarak. Perlahan mulai menggerogoti cinta kita yang masih rapuh ini. Aku takut, takut sekali, kalau-kalau rapuh berubah menjadi tidak berdaya. Lalu bagaimanakah kita jika cinta itu sudah tidak berdaya?
Berpisah? Menjalani hidup masing-masing? Mewujudkan impian-impian masa depan kita sendiri-sendiri? 
Aku sakit, sayang. Tahukah kau tentang hal itu?
Mungkin kau juga, tapi siapa yang tahu seseorang yang akan datang menjadi penyembuh hatimu. Membayangkan ini saja membuat perutku mual, kau bersama orang lain.

Lalu, sayang, bagaimana ceritanya hubungan ini? Hubungan kita?
Masihkah kau inginkan dia untuk bertahan, kala jarak perlahan-lahan membuatnya pudar. Kala waktu perlahan-lahan membuatnya tidak tersisa. Dan kala ketidakpercayaan mulai membuatnya hilang. Masihkah kau menginginkannya, hm?

Maka dari itu, kukirimi kau sebuah Edelweis, sebagai bunga keabadian yang kuharapkan dapat menjadi penjaga hatimu agar selalu tetap untukku. Juga, sebagai bunga keabadian kita, yang semoga dapat bertahan hingga tua, hingga kedamaian menjemput kita. Aamiin.

Seperti tulusnya keabadian Edelweis. Seperti susahnya meraih Edelweis. Seperti gumpalan bunganya yang terikat rapi menjadi satu. Seperti itu aku mencintaimu...






Jumat, 30 Mei 2014

Pengen cerita aja, sih.

"You leave me breathless, you're everything good in my life. You leave me breathless, I still can't believe that you're mine..."

Hari ini kita bertengkar lagi, ya? Huh..
Tapi secepat kita memulai pertengkaran, secepat itu juga kita menyelesaikannya. Berawal dari apa sih sebenarnya? Ah, ya, dari skype. Hanya masalah, kamu yang lama banget turn on cam dan aku yang nggak sabar nungguin kamu. lol. How can we fought just because lil thing like that? Haaahahaaa..
Tapi.. Beberapa jam kemudian, kita udah baik-baik lagi, udah bisa ketawa lagi, udah bisa ngobrol asik lagi. Terima kasih, ya, kamu yang selalu sabar dan aku yang masih saja 'childish' zzz..

Hari ini aku nepatin janjiku juga, kan, buat kirimin kamu foto-foto dari jaman teralay sampai alay. Itupun musti bongkar-bongkar laptop, entah foto zaman SMP kesimpen di folder yang mana, tapi akhirnya ketemu juga, sih.
"Udah anggi kirim, yng, fotonya.."
"Iya, yng. Gopik udah liat, cantik, kok. Makin tua, makin cantik."
Awalnya agak bete, sih, pas dia nanggepinnya gitu. Tua?
"Makin tua, makin cantik. Makin tua, Gopik makin demen. Rasa cintanya nggak berkurang, daripada suka pas mudanya aja."
Tapi, pas lihat tanggapannya yang kayak gini, jatuh cinta lagi dan lagi. Sayang, how can these words becomes so lovely, uh?
Cuma bisa nanggapin biasa, aja. Tapi sebenarnya, aku kegirangan setengah mati. InshAllah, i would be your pretty woman ever after, heheehehe

Dan, ya, yang paling mengenaskan dari hari ini, kita berdua sama-sama tidak punya pulsa TT--TT
Aku tidak bisa meneleponmu, begitu juga kamu. Padahal, biasanya, walau hanya panggilan singkat, selalu ada kata 'I love you'. Ugh!
Tapi sejak pagi tadi, kita belum berbicara.. Yah, walaupun tadi skypean, tapi rasanya tetep nggak enak. 
Begini sekali ya cobaan kalau LDR, pulsa harus diatas minimal untuk tarif menelepon. 
Tapi, setidaknya kita mengirim pesan. Saling bertukar kabar, dan bertanya.

Intinya.. Punya pacar kayak dia, senengnya bikin sesak nafas, bikin jantung suka deg-deg-an nggak karuan, bikin susah tidur pula. I miss his voice, by the way...

Kamis, 29 Mei 2014

Aku kangen kamu!

Untuk kamu yang sedang aku rindukan setengah mati...

Malam ini, untuk kesekian kalinya aku benar-benar menginginkanmu untuk ada disini. Untuk sekedar menemaniku melepas semua penat setelah seharian yang terasa berat. Aku sadar, kita jarang bertukar kabar beberapa hari belakangan, aku sibuk begitu pula kamu. Rasanya seperti ada jarak, walaupun tidak begitu besar, dan aku tidak ingin memperlebarnya begitu saja. Aku ingin kita sama-sama mengerti, aku ingin kita sama-sama memahami.

Sayangku... Mungkin aku bukan tipe wanita romantis yang dengan mudahnya mengatakan 'I miss you', baik melalui pesan ataupun panggilan singkat. Tapi yang harus kau tahu, aku merindukanmu. Benar-benar merindukanmu! Hingga rasa-rasanya kepalaku hanya berisi tentangmu, berlarian tanpa batas, melayang-layang bebas tanpa pernah bisa kuhentikan.

Aku juga sadar, belakangan ini begitu banyak pertengkaran kecil yang terjadi. Aku minta maaf untuk semua hal yang membuatmu kesal ataupun sebal, maafkan aku, ya?
Tapi dari situ aku belajar, bahwa hal-hal seperti itu akan menguatkan hubungan kita. Jarak hanya masalah kesekian apabila kepercayaan dapat kita pegang teguh. Aku percaya, kita akan baik-baik saja, seperti yang selalu kamu ucapkan padaku.

Aku tidak tahu, tapi mungkin saja terkadang ada rasa lelah dalam hubungan kita. Terutama aku yang seringkali kekanak-kanakan. Sungguh, aku tidak bisa mengontrol semuanya, aku hanya ingin menjadi satu-satunya yang kau perhatikan.
Mungkin aku egois, tapi aku harap kamu sabar ya. Aku hanya takut kamu bosan lalu pergi. 

Dan untuk hari ini, aku minta maaf karena terlalu sibuk dengan urusanku. Tidak membalas pesanmu. Tidak mengangkat panggilanmu. Maaf telah membuatmu menunggu, sayang...
Aku tahu, kau merindukanku juga. Tapi aku lebih-lebih dari itu. Aku merindukanmu hingga rasa-rasanya ingin kumuntahkan segala perasaan yang mengganjal sepanjang hari tadi, huhuuuhu...

Untuk malam yang sepi ini, aku ingin menuntaskan segalanya. Aku ingin mengatakan, aku merindukanmu... Bahkan kalau bisa ingin kuteriakkan agar penghuni malam dapat menyampaikannya padamu, sayangku...
Ingin rasanya aku cepat kembali, supaya rasa rindu ini benar-benar dapat terobati, tapi sayang yang harus kita lakukan adalah menunggu. Jadi, maukah kau menunggu untuk itu? Untuk kita bertemu. Untuk menuntaskan segala rasa rindu, yang telah berujung pada hatimu.

Yang jauh darimu...

Senin, 26 Mei 2014

Senja. Kita.

Lombok, 21 April


Siapa sih yang tidak mencintai senja? Semburat oranye indah--seperti lukisan abstrak sang pencipta--yang terkadang dinilai orang identik dengan perpisahan. 
Tapi, bagiku tidak. Aku mencintai senja.
Jangan pernah tanya alasannya, karena sampai sekarang aku belum menemukan alasan yang tepat mengapa aku selalu rela menghabiskan waktuku hanya untuk melihat senja sampai langit berubah menjadi gelap. Aku hanya bahagia.

Seperti saat itu. Ketika kami duduk berdua ditempat duduk yang langsung mengarah ke pantai, dengan kedua tangan saling terkait. Kami hanya menonton senja, dan menghitung detik-detik terakhir sebelum matahari meninggalkan pelatarannya diufuk barat. Debur ombak yang tenang terasa seperti lantunan yang menenangkan. Juga, aroma laut yang khas. 
Betapa hal yang paling aku inginkan, terjadi begitu saja. Tanpa rencana, tanpa persiapan.

Hari itu adalah ulang tahunku. Tetapi tidak ada kue, lilin, ataupun detail perayaan seperti biasanya.
Aku hanya butuh berdua dengannya, tidak yang lain lagi. Tidak butuh apa-apa lagi.

"Selamat ulang tahun, sayang..."



Minggu, 25 Mei 2014

Happy Anniversary 16 months, Asyrofi Cahyadi...

For my only one that i wanna life with, Asyrofi cahyadi...

Selamat tanggal dua puluh lima yang keenam belas ya sayang. Let me keep fallin' in love with you more and more.
Sayang, terima kasih ya buat hari-hari yang udah kita lewati bersama, walaupun diawal-awal sering banget buat kamu sedih. Terima kasih juga karena selalu sabar hadapin aku yang selalu nyebelin, suka marah-marah nggak jelas, dan buat kamu kecewa. Maaf juga karena belum bisa menawarkan kebahagiaan yang benar-benar buat kamu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, I could never find that feeling with anyone other than you.

Sayang, maaf ya hari ini udah buat kamu kesel ditanggal spesial kita. Seharusnya aku sudah lebih dewasa untuk menyikapi semua masalah kita dan lebih memikirkan perasaanmu, maafkan aku...
Kamu itu pria yang paling baik yang pernah aku kenal. Terima kasih untuk segalanya. Terima kasih untuk cintanya...

Terima kasih karena udah cinta sama aku apa adanya. Menerima kekuranganku dan melengkapinya dengan kasihmu. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi, aku cinta kamu!
Semoga tanggal dua puluh lima ini akan terus sampai nanti, sampai kelak kita memiliki kehidupan berdua ya.. Aku nggak pengen tanggal dua puluh lima tidak spesial lagi buat kita.

Jangan lelah sama aku ya. Jangan ngelirik yang lain. Jangan pindah kehati yang lain, juga.
Kamu udah aku kunci dihati aku, selamanya. So, you couldn't go anywhere, your heart was mine.

Aku selalu sayang kamu, Asyrofi Cahyadi...













Sabtu, 24 Mei 2014

Terima kasih ya, warna-warnanya...

Hei, Halo. Ini cuma curahan hati yang sudah tidak bisa ditampung lagi. Jadi nji sedang mencoba buat menumpahkannya disini. Tentang sahabat. Tentang kepercayaan.

Sahabatku.. Tidak terasa ya, sekarang kita sudah sama-sama dewasa. Sudah mulai memahami bagaimana seharusnya hidup itu dijalani.
Tapi, sebelum itu nji pengen ngingetin kalian, gimana sih nji itu ngehargain sebuah persahabatan, sebuah 'kita'.
Berawal dari duduk bareng, saling cerita tentang--dari hal yang ga penting lalu penting. Kemudian berlanjut dengan kisah-kisah tentang persahabatan yang berwarna-warni. Masih ingat, kan?

Tapi semenjak setahun yang lalu, semenjak kita melepas seragam putih abu, semenjak kita menjalani kehidupan yang mulai berbeda. Apakah masih ada sebuah harapan untuk persahabatan kita? Atau.. Hanya nji yang terlalu berharap untuk ini menjadi selamanya? Entahlah.

Kalian tahu.. Dulu, nji juga memiliki sahabat. Satu. Dan hanya menganggap dia adalah teman terbaik satu-satunya yang nji punya. Tapi kemudian kita berpisah.
Dan semenjak itu, hidup nji seperti hitam dan putih.
Lalu, nji bertemu kalian. 5 sahabat cantik dengan warna yang berbeda pula. Dan dunia yang berwarna itu pun dimulai.
Dan saat itu juga, nji bersyukur, karena telah menemukan dunia baru yang belum pernah nji jajaki sebelumnya.
Setidaknya, nji memiliki beberapa warna dalam masa putih-abu, dan itu berkat kalian. Terima kasih, ya...

Tapi sekarang, nji merasa ada yang berbeda. 
Sudah tidak seperti dulu.
Rasa-rasanya, persahabatan kita seperti berada diujung tebing dan bersiap untuk jatuh dan menjadi hancur berkeping-keping. Atau sudah, ya?

Nji sedih sekali, sisters... Nji tidak tahu apa yang harus nji lakukan untuk meminta maaf kalau-kalau itu karena kesalahannya njiii.
Apa seorang teman baru?
Atau nji yang menyebalkan?
Atau juga, nji itu seseorang yang membosankan untuk kalian?
Maaf ya...

Tapi.. yang harus-harus kalian tahu, nji nggak akan ngelupain kalian. Sebagaimanapun kita kedepannya.
Karena nji mulai belajar bagaima sebuah hal--sekecil apapun--harus dihargai.
Nji sayang kalian, 
Dwi Indah Pujiastuti...
Eka Dina Juliani...
Eva Zaherra...
Fitri Marlitasari...
Ingat ini ya, apapun yang terjadi, bagaimanapun kita, dan apa jadinya kita, jangan pernah saling melupakan.

I love you, sisters...













Sabtu, 17 Mei 2014

Doaku...

Tuhan, kalau boleh, aku hanya ingin satu hal;
Maukah kau memberiku kesempatan untuk bisa menghentikan waktu? Sebentar saja, tidak apa-apa. 
Sedetik, asal bersamanya.

Tapi, jika Kau rasa itu terlalu egois, bolehkah aku meminta satu hal lainnya?
Biarkan dia mencintaiku. Sebanyak yang dia bisa. Selama yang dia sanggup. Dan Sebahagianya ketika bersamaku.
Tapi aku tidak ingin egois. Jika sebanyak itu yang dia berikan kepadaku, maka jangan lebihkan rasa cintaku kalau tidak kepadaMu.
Jika dia sanggup untuk mencintaiku hingga saatnya nanti aku kembali, jangan biarkan aku lalai kepadaMu. Ingatkanlah aku, bahwa setiap detik hanya kuberikan untukMu. 
Dan.. Buatlah rasa bahagiaku dan bahagianya bukan karena cinta dunia. Buatlah kami bahagia karena cinta yang akan membawa kami ke surgaMu, kelak.

Tuhan, terlalu kah permintaanku ini?
Aku harap, tidak.
Karena jika bukan padaMu, kepada siapa lagi aku berhak meminta?
Karena tidak ada yang lain dihati ini, diikrarku, dijiwaku, dijanjiku.
Maka, kabulkanlah.. Izinkanlah terjadi atas kehendakMu, sebagaimana kuasaMu yang kau tunjukkan didunia ini. Aamiin.

Selasa, 13 Mei 2014

Bisakah kamu, bisakah kamu, hanya melihat kearahku? 
Dan, bisakah kau hanya mencintaiku?
Kau begitu jauh, kau begitu jauh, padahal kau ada disini...
Seperti kau akan hilang, jika kugapai tanganku padamu...


Berbicara lalu,
Maaf karena pagi-pagi yang terlewat begitu saja tanpa sapaan atau senyuman.
Maaf juga, karena siang dan sore tanpa aku yang tidak pernah memberi semangat.
Dan, maaf karena malam-malam yang kau lalui dengan rasa itu. Menangis? Aku tidak tahu, tetapi aku ingin membayar setiap tetes airmata itu dengan seribu tawa yang bisa aku janjikan.

Kini... Maukah kau juga menjanjikanku satu hal?
Untuk bersama, dalam setiap hal.
I love you, Asyrofi Cahyadi...

Kamis, 27 Maret 2014

A simple letter for you, my future husband...


Aku pernah bermimpi... Sebuah gaun putih sederhana, dengan hijab sebagai penyempurnanya. Seseorang yang menunggu untuk melihatku setelah mengucapkan kalimat suci pernikahan. Dimana sebuah masjid dan keluarga sebagai saksinya...

Kemudian, ada sebuah cincin yang melingkar dijari manisku sebagai pengingat bahwa sekarang aku sudah menjadi mahrammu...

Dan lembaran-lembaran awal akan kujadikan sebagai sampul terindah dalam buku kita. Kisah pernikahan kita...


Jumat, 07 Maret 2014

Apakah setiap rasa harus berakhir pada cinta?
Dan, apakah setiap cinta harus berakhir bersama?
Bagaimana jika rasa yang kau punya tidak sehebat yang dulu?
Bertahan? Atau.. Melepaskan?

Aku ingin pergi...
Seperti angin yang menyapa tanpa menyisakan kata
Tapi, aku mencintaimu...

Aku ingin melupakanmu...
Seperti aku melupakan keindahan senja, karena bias sedihnya
Tapi, aku terlalu mencintaimu...

Aku ingin meninggalkanmu...
Seperti daun-daun yang berguguran lepas dari ranting
Tidak menyesal, tidak pula ingin kembali
Tapi, aku sangat mencintaimu...

- Senduku. 

Minggu, 23 Februari 2014

Jatuh cinta memang selalu indah kalau-kalau orang yang kau cintai juga mencintaimu. Tapi, bagaimana jika kau mencintai orang yang jelas-jelas terasa salah? Kau mencintai orang yang sudah dimiliki.
Apa yang harus aku lakukan? Atau, apa yang sebenarnya sudah aku lakukan?
Jelas saja, aku adalah orang jahat. Dimanapun kau bertanya, dan siapapun tempat kau bertanya.
Tapi, aku juga tidak bisa mengingkari, bahwa aku memiliki cinta yang ada, jelas dan nyata.
Haruskah aku pura-pura tidak merasakannya? Atau, menganggapnya tidak nyata?

Rabu, 15 Januari 2014

DULU

Aku baru tahu rasanya diinginkan oleh pria yang juga kau inginkan ternyata sangat menyenangkan. Seolah-olah dunia hanya dimiliki berdua. Dan hal bodoh apapun akan terlihat logis.

Aku juga pernah memikirkan ini. Pandangan pertama, cinta pertama dan hanya menjadi satu-satunya. Pandangan pertama kami—entah kapan, aku bahkan tidak mengingatnya—yang selalu dia ceritakan kepadaku, begitu manis sampai-sampai membuatku ingin melupakan semua hal di dunia ini dan hanya mengingat bagaimana pandangan pertama kami terjadi. Lalu cinta pertama? Aku tidak tahu sesungguhnya rasa jatuh cinta dan perasaan pada cinta pertama. Mungkin... aku bukan cinta pertamanya, tapi dia mengatakan bahwa ketika apapun yang terjadi nanti, perasaannya terhadapku akan tetap sebesar dan sehebat sekarang, dan tidak tergantikan. Kemudian kami membicarakan tentang menjadi satu-satunya, dan dia mengatakan, saat aku bersamamu maka tidak akan pernah ada perempuan lain yang terlintas dikepalaku, walaupun itu hanya satu detik. Itu bukan gombalan pria, aku percaya padanya. Karena dia mencintaiku sebanyak itu, sebanyak aku juga mencintainya.

Minggu, 12 Januari 2014

She's me

Dia adalah seseorang yang suka menunggu. Menghitung pagi dan senja yang terlewat setiap harinya tanpa pernah merasa bosan. Tidak pernah marah kepada waktu yang begitu lama mempertemukannya dengan masa depan. Untuk merangkulnya kembali pada cinta.


Dia bahkan tidak peduli untuk satu tahun, sepuluh tahun, bahkan seratus tahun untuk menunggu masa depannya. Yang ingin dia tegaskan adalah, untuk semua waktu yang dia lewatkan, dia hanya memikirkan bahwa semua ini akan memiliki akhir yang indah.
Dia mencintaimu, segenap hatinya hanya ditujukan kepadamu. Seperti cahaya lilin yang tak akan dia biarkan untuk redup, atau seperti senja favoritnya yang tidak ingin dia lewatkan tanpa menyimpan dalam ingatannya, sebaik-baik yang dia bisa.

Dia hanya ingin kamu. Sebagai, awal sekaligus akhirnya. Saat dia membuka mata dan menutup mata. Atau... seperti alunan sebuah nada instrumental yang selalu ingin dia dengarkan tanpa pernah merasa bosan.
Dia hanyalah dia, seseorang yang pernah mengacuhkan dan merasa kehilangan.

            

Sabtu, 11 Januari 2014

Saturday night!

Malam mingguku.
Aku tak memiliki banyak cerita malam minggu, seperti teman-temanku--yang seringkali berbagi kisahnya. Aku hanya tahu, bahwa malam minggu adalah seperti malam biasanya. Belajar. Menonton film. Online. Skype sama Mom, Dad, Angga. Dan beberapa hal mengasyikkan lainnya yang bisa dilakukan didalam ruangan.
Bukannya aku tertutup atau menutupi diri. Sok bertingkah inosen, tapi malam minggu bagiku bukanlah hal yang benar-benar spesial.
Malam mingguku adalah, ketika aku duduk bersama sebuah novel dan segelas coklat hangat favoritku,
Aku suka malam minggu.
Tapi aku tidak mencintai malam minggu.

Kamis, 09 Januari 2014

Aku baru tahu, bahwa ternyata cinta itu memang datang tanpa permisi. Masuk kedalam hati seseorang, tanpa perlu mengetuk terlebih dahulu. Mungkin seperti itu aku. Tanpa sadar, aku telah mencintainya. Entah sejak kapan, yang aku tahu bahwa aku tidak ingin kehilangannya. Pria itu... akankah di kemudian hari kita bertemu kembali supaya  aku bisa mengatakan bahwa aku mencintaimu?